Terkait Perppu Ormas, Kantor Staf Presiden Terima Aspirasi Mahasiswa

By Admin

Foto/ksp.go.id  

nusakini.com - Kelompok Cipayung Plus, yakni gabungan beberapa organisasi kemahasiswaan yang memiliki kesamaan visi, memberikan catatan kritis terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 02 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Sekitar 20 orang mahasiswa mewakili pengurus Cipayung Plus DKI Jakarta diterima Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di Bina Graha Kantor Staf Presiden, Jum’at, (28/7/2017) lalu.

“Kami dari Kelompok Cipayung Plus sepakat negara harus membubarkan kelompok-kelompok yang memiliki keinginan mengubah Pancasila sebagai ideologi bangsa,” kata Yohanes Paulus Namang, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Jakarta Pusat.

Dalam pertemuan itu, hadir pula Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Jakarta Agung Tam Tam Sanjaya, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Pusat Blasius Jacky Jamreway, Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Alkautsar, dan Ketua Pengurus Wilayah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) DKI Najmu Fuadi.

Hanya saja, para mahasiswa mencatat, Perpu ini memiliki celah yang patut menuai kritik ruang publik. “Kami melihat tidak ada kegentingan memaksa sehingga Perpu No. 2/2017 lahir, sehingga tak ada jaminan perpu ini tidak disalahgunakan,” kata Blasius Jacky.

Mahasiswa melihat ada upaya serius dari pemerintah untuk menjaga stabilitas politik dan memberikan rasa aman kepada masyarakat serta menjaga Pancasila dan NKRI dari pengaruh paham-paham lain. Kelompok Cipayung Plus berpendapat, jika memang ada kelompok ekstrimis kanan yang benar mengancam eksistensi NKRI atau menggantikan Pancasila sebagai landasan negara, silahkan dibubarkan dengan aturan yang berlakum dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.

“Pemerintah bisa menggiring hal ini ke pengadilan terbuka, sehingga rakyat pada umumnya bisa menerima pesan politik yang sehat dari persoalan ini,” kata Agung Tam Tam Sanjaya.

Kepala Staf Kepresidenan menegaskan saat ini radikalisme telah menjadi ancaman Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi. “Patut dicatat, pemerintah mengeluarkan Perpu ini bukan untuk melindungi pemerintah, tapi melindungi negara. Dan juga bukan untuk memberangus ormas,” kata Teten.

Didampingi Staf Khusus Dimas Oky Nugroho dan Deputi IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Eko Sulistyo, Teten menegaskan pemerintah tak bisa menarik lagi Perpu ini. Hanya ada dua cari untuk merevisi Perpu ini. “DPR menolak Perpu ini, atau Mahkamah Konstitusi membatalkannya. Mekanisme itu terbuka. Silahkan saja pakai mekanisme demokrasi,” kata Teten. (p/ma)